Freddy Setiawan’s Journey

Hanya Sebuah Goresan

Resensi Buku Soe Hok Gie oleh Arief Budiman

Posted by freddysetiawan on June 26, 2011

Ada dua hal yang membuat saya sulit untuk menulis tentang almarhum adik saya, Soe Hok Gie. Pertama, karena terlalu banyak yang mau saya katakan, sehingga saya pasti akan merasa kecewa kalau saya menulis tentang dia pada pengantar buku ini. Kedua, karena bagaimanapun juga, saya tidak akan dapat menceritakan tentang diri adik saya secara obyektif. Saya terlalu terlibat di dalam hidupnya. Karena itu, untuk pengantar buku ini, saya hanya ingin menceritakan suatu peristiwa yang berhubungan dengan diri almarhum, yang mempengaruhi pula hidup saya dan saya harap, hidup orang-orang lain juga yang membaca buku ini.

Saya ingat, sebelum dia meninggal pada bulan Desember 1969, ada satu hal yang pernah dia bicarakan dengan saya. Dia berkata, “Akhir-akhir ini saya selalu berpikir, apa gunanya semua yang saya lakukan ini. Saya menulis, melakukan kritik kepada banyak orang yang saya anggap tidak benar dan yang sejenisnya lagi. Makin lama, makin banyak musuh saya dan makin sedikit orang yang mengerti
saya. Dan kritik-kritik saya tidsak mengubah keadaan. Jadi apa sebenarnya yang saya lakukan? Saya ingin menolong rakyat kecil yang tertindas, tapi kalau keadaan tidak berubah, apa gunanya kritik-kritik saya? Apa ini bukan semacam onani yang konyol? Kadang-kadang saya merasa sungguh-sungguh kesepian”.

Saya tahu, mengapa dia berkata begitu. Dia menulis kritik-kritik yang keras di koran-koran, bahkan kadang-kadang dengan menyebut nama. Dia pernah mendapat surat-surat kaleng yang antara lain memaki-maki dia sebagai “Cina yang tidak tahu diri, sebaiknya pulang ke negerimu saja”. Ibu saya sering gelisah dan berkata: ” Gie, untuk apa semuanya ini. Kamu hanya mencari musuh saja, tidak mendapat uang”. Terhadap ibu dia Cuma tersenyum dan berkata “Ah, mama tidak mengerti”.

Kemudian, dia juga jatuh cinta dengan seorang gadis. Tapi orangtuanya tidak setuju – mereka selalu dihalangi untuk bertemu. Orangtua gadis itu adalah seorang pedagang yang cukup kaya dan Hok Gie sudah beberapa kali bicara dengan dia. Kepada saya, Hok Gie berkata: “Kadang-kadang, saya merasa sedih. Kalau saya bicara dengan ayahnya si., saya merasa dia sangat menghargai saya. Bahkan dia mengagumi keberanian saya tanpa tulisan-tulisan saya. Tetapi kalau anaknya diminta, dia pasti akan menolak. Terlalu besar risikonya. Orang hanya membutuhkan keberanian saya tanpa mau terlibat dengan diri saya”. Karena itu, ketika seorang temannya dari Amerika menulis kepadanya: “Gie seorang intelektual yang bebas adalah seorang pejuang yang sendirian, Selalu. Mula-mula, kau membantu menggulingkan suatu kekuasaan yang korup untuk menegakkan kekuasaan lain yang lebih bersih. Tapi sesudah kekuasaan baru ini berkuasa, orang seperti kau akan terasing lagi dan akan terlempar keluar dari sistem kekuasaan. Ini akan terjadi terus-menerus. Bersedialah menerima nasib ini, kalau kau mau bertahan sebagai seorang intelektual yang merdeka: sendirian, kesepian, penderitaan”. Surat ini dia tunjukkan kepada saya. Dari wajahnya saya lihat dia seakan mau berkata: Ya, saya siap.

Dalam suasana yang seperti inilah dia meninggalkan Jakarta untuk pergi ke puncak gunung Semeru. Pekerjaan terakhir yang dia kerjakan adalah mengirim bedak dan pupur untuk wakil-wakil mahasiswa yang duduk di parlemen, dengan ucapan supaya mereka bisa berdandan dan dengan begitu akan tambah cantik di muka penguasa. Suatu tindakan yang membuat dia tambah terpencil lagi, kali ini dengan beberapa teman-teman mahasiswa yang dulu sama-sama turun ke jalanan pada tahun 1966.

Ketika dia tercekik oleh gas beracun kawah Mahameru, dia memang ada di suatu tempat yang terpencil dan dingin. Hanya seorang yang mendampinginya, salah seorang sahabatnya yang sangat karib. Herman lantang. Suasana ini juga yang ada, ketika saya berdiri menghadapi jenazahnya di tengah malam yang dingin, di rumah lurah sebuah desa di kaki Gunung Semeru. Jenazah tersebut dibungkus oleh plastik dan kedua ujungnya diikat dengan tali, digantungkan pada sebatang kayu yang panjang, Kulitnya tampak kuning pucat, matanya terpejam dan dia tampak tenang. Saya berpikir: “Tentunya sepi dan dingin terbungkus dalam plastik itu”. Ketika jenazah dimandikan di rumah sakit Malang, pertanyaan yang muncul di dalam diri saya alah apakah hidupnya sia-sia saja? Jawabannya saya dapatkan sebelum saya tiba kembali di Jakarta.

Saya sedang duduk ketika seorang teman yang memesan peti mati pulang. Dia tanya, apakah saya punya keluarga di Malang? Saya jawab “Tidak. Mengapa?” Dia cerita, tukang peti mati, ketika dia ke sana bertanya, untuk siapa peti mati ini? Teman saya menyebut nama Soe Hok Gie dan si tukang peti mati tampak agak terkejut. “Soe Hok Gie yang suka menulis di koran? Dia bertanya. Teman saya mengiyakan. Tiba-tiba, si tukang peti mati menangis. Sekarang giliran teman saya yang terkejut. Dia berusaha bertanya, mengapa si tukang peti mati menangis, tapi yang ditanya terus menangis dan hanya menjawab ” Dia orang berani. Sayang dia meninggal”.

Jenazah dibawa pleh pesawat terbang AURI, dari Malang mampir Yogya dan kemudian ke Jakarta. Ketika di Yogya, kami turun dari pesawat dan duduk-duduk di lapangan rumput. Pilot yang mengemudikan pesawat tersebut duduk bersama kami. Kami bercakap-cakap. Kemudian bertanya, apakah benar jenazah yang dibawa adalah jenazah Soe Hok Gie. Saya membenarkan. Dia kemudian berkata: “Saya kenal namanya. Saya senang membaca karangan-karangannya. Sayang sekali dia meninggal. Dia mungkin bisa berbuat lebih banyak, kalau dia hidup terus”. Saya memandang ke arah cakrawala yang membatasi lapangan terbang ini dan hayalan sayamencoba
menembus ruang hampa yang ada di balik awan sana. Apakah suara yang perlahan dari penerbang AURI ini bergema juga di ruang hampa tersebut?

Saya tahu, di mana Soe Hok Gie menulis karangan-karangannya. Di rumah di Jalan Kebon jeruk, di kamar belakang, ada sebuah meja panjang. Penerangan listrik suram, karena voltase yang selalu turun akalau malam hari. Di sana juga banyak nyamuk. Ketika orang-orang lain sudah tidur, seringkali masih terdengar suara mesin tik dari kamar belakang Soe Hok Gie, di kamar yang suram dan banyak nyamuk itu, sendirian, sedang mengetik membuat karangannya. Pernahkan dia membayangkan bahwa karangan tersebut akan dibaca oleh seorang penerbang AURI atau oleh seorang tukang peti mati di Malang?

Tiba-tiba, saya melihat sebuah gambaran yang menimbulkan pelbagai macam perasaan di dalam diri saya. Ketidakadilan bisa merajalela, tapi bagi seorang yang secara jujur dan berani berusaha melawan semua ini, dia akan mendapat dukungan tanpa suara dari banyak orang. Mereka memang tidak berani membuka mulutnya, karena kekuasaan membungkamkannya. Tapi kekuasaan tidak bisa menghilangkan dukungan dukungan itu sendiri, karena betapa kuat pun kekuasaan, seseorang tetap masih memiliki kemerdekaan untuk berkata “Ya” atau “Tidak”, meskipun Cuma di dalam hatinya.

Saya terbangun dari lamunan saya ketika saya dipanggil naik pesawat terbang. Kami segera akan berangkat lagi. Saya berdiri kembali di samping peti matinya. Di dalam hati saya berbisik “Gie, kamu tidak sendirian”. Saya tak tahu apakah Hok Gie mendengar atau tidak apa yang saya katakan itu. Suara pesawat terbang mengaum terlalu keras.

Arief Budiman (Soe Hok Djin)
(seperti dimuat dalam buku Catatan Seorang Demonstran edisi 1993)

Posted in Hanya Sebatas Coretan | Tagged: , , | 13 Comments »

Seandainya Saja

Posted by freddysetiawan on December 5, 2010

Bayangkan , seandainya saja, 10 tahun dari sekarang, tiba-tiba ada seorang anak datang dan mengaku bahwa ia adalah anak kita. Bahkan dia mengaku anak dari salah satu teman wanita atau mantan kita. Ia dengan gamblang menyebut nama teman wanita atau mantan kita itu.

Apa yang kita lakukan?  Menduga seseorang sedang menjahili dan mengisengi kita? Membantah? Melakukan tes DNA?

Well, bila kita memang yakin tidak pernah melakukan apa-apa, tentu akan mudah untuk membantah, merasa seseorang sedang menjahili dan mengisengi kita. Tapi bila kita pernah melakukan sesuatu yang tidak baik, tentu kita akan berpikir beberapa kali, merasa jangan-jangan memang telah terjadi sesuatu setelah kejadian waktu itu, apalagi jika beberapa waktu setelah kejadian itu kita tak pernah bertemu lagi dengan dia.

Read the rest of this entry »

Posted in Hanya Sebatas Coretan | Tagged: , | 10 Comments »

Berdoa

Posted by freddysetiawan on December 3, 2010

Di tanah suci Mekah dan Madinah, terdapat tempat-tempat mustajab (makanul mustajab) untuk memanjatkan doa atau memohon segala sesuatu kepada Allah SWT. Tempat itu adalah Hajar Aswad, Multazam, Maqam Ibrahim, Hijir Ismail, sumur Zamzam (di sekitar Kabah), Shafa, dan Marwah (areal Sa’i). Selain itu, juga Jabal Rahmah, Arafah, Mudzalifah, Mina beserta ketiga Jumrah (pada musim haji dan umrah) serta Raudlah di Masjid Nabawi Madinah.

Keberadaan makanul mustajab itu, melengkapi waktu-waktu mustajab (sa’atu mustajab) untuk berdoa di mana saja, seperti pada waktu sepertiga malam, antara azan dan iqamat, setelah salat fardu, ketika berpuasa, dalam perjalanan, dan sebagainya.Orang yang berdoa pada waktu yang tepat, apalagi di tempat yang tepat, kemungkinan besar akan mustajab. Makbul. Mendapat perkenan Allah SWT. Apalagi Allah SWT memerintahkan orang-orang untuk berdoa kepada-Nya dan niscaya mendapat pengabulan. Ud’uni astajiblakum.

Read the rest of this entry »

Posted in Kajian Islam | Tagged: , | 4 Comments »

Maaf, Aku Tidak Mencintaimu

Posted by freddysetiawan on November 14, 2010

Malam ini, aku tidak bisa tidur, aku mengantuk sekali , tapi aku benar-benar tidak bisa tidur. Sudah aku coba pejamkan mata, namun tetap saja aku tak bisa terlelap dan masuk ke dalam alam mimpi. Aku bolak-balik mencari posisi yang lebih nyaman , namun hasilnya nihil, aku pun masih terjaga, tidak bisa tertidur.

Iseng-iseng aku membaca inbox di handphone ku, ada 900-an sms, aku sorting cepat, aku lihat tak ada yang berkesan, hanya sms-sms biasa kepada orang-orang biasa yang sedang aku coba untuk menjadi luar biasa, namun hatiku belum bisa merubah kenyataan itu, mereka masih biasa saja dimataku. Maka aku mark all, delete dan musnah lah semua sms yang ada di handphone ku itu .

Namun tiba-tiba ada yang menarik perhatianku, sms yang aku hapus tadi adalah sms yang tersimpan di memory telepon, rupanya masih ada 1500-an sms di memory card. Isinya kurang lebih adalah sms-sms yang sudah lebih dari 1 tahun yang lalu, aku sorting cepat, ada beberapa sms pertanyaan dan pembahasan tentang tugas Anum, PPL, Komas. Karena sudah sedikit lama, aku baca satu persatu dan aku hapus pelan-pelan.

Read the rest of this entry »

Posted in Sebuah Perjalanan | Tagged: , | 4 Comments »

Isi Pidato Lengkap Obama di Kampus UI

Posted by freddysetiawan on November 11, 2010

Berikut adalah terjemahan tak resmi dari pidato Presiden Amerika Serikat Barack Obama, yang melawat ke Jakarta, 9-10 November 2010. Pidato yang teks aslinya dalam bahasa Inggris ini disampaikan di Balairung Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat pada tanggal 10 November 2010. Sekitar 7.500 orang, termasuk sejumlah menteri, tokoh politik, pengusaha, cedekiawan dan mahasiswa Indonesia hadir menyimak pidato bersejarah Barack Obama ini.]

*

Terima kasih atas sambutan yang hangat ini. Terima kasih kepada semua penduduk Jakarta. Dan terima kasih bagi seluruh bangsa Indonesia.

*

Saya senang akhirnya bisa berkunjung ke negeri ini dengan ditemani oleh Michelle. Tahun ini, kami telah dua kali gagal datang ke Indonesia. Namun, saya berkeras untuk menyambangi sebuah negeri yang amat bermakna bagi saya ini. Sayangnya, lawatan ini begitu singkat. Tapi saya berharap bisa datang lagi tahun depan pada saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT Asia Timur.

Sebelum berbicara lebih jauh, saya ingin menyampaikan bahwa doa dan perhatian kami tertuju kepada para korban bencana tsunami dan gunung meletus baru-baru ini, khususnya bagi mereka yang kehilangan orang tercinta serta tempat tinggal. Amerika Serikat senantiasa ada di sisi pemerintah dan bangsa Indonesia dalam menghadapi bencana alam ini, dan kami akan dengan senang hati menolong semampunya. Sebagaimana tetangga yang mengulurkan tangan kepada tetangganya yang lain, dan banyak keluarga menampung orang-orang yang kehilangan rumah, saya tahu bahwa kekuatan dan ketahanan yang dimiliki oleh bangsa Indonesia akan sanggup mengangkat kalian keluar dari kesusahan ini.

Read the rest of this entry »

Posted in Sebuah Perjalanan, Sekilas Tentang Dunia | Tagged: , , , , | 1 Comment »

Dear My Love

Posted by freddysetiawan on September 30, 2010

Dear my love, wanita yang telah aku pilih untuk menjadi istriku 5 tahun lagi.

Sayangku, aku mau pergi, hanya sesaat, gak akan lama bila kita mau saling menanti dan menunggu.
Jika panjang umur dan kita tetap akan sama seperti hari ini, aku pasti akan kembali, aku tidak akan pernah pergi selangkah pun.
Kita hanya berusaha, tapi tetap Tuhan yang menentukan, namun alangkah indah jika proses perjuangan dilalui bersama apapun hasilnya nanti.

Sertakan aku selalu dalam mimpi dan doamu.
Jangan nakal, jaga diri baik-baik.
Sampai jumpa lagi.

With Love
Freddy Setiawan

Posted in Sebuah Perjalanan | Tagged: | 3 Comments »

Negeri Ini Negeriku Sayang

Posted by freddysetiawan on July 17, 2010

Apa gunanya reformasi, jika hanya menggandakan jumlah rakyat yang melarat

————————————————-

Indonesia, itulah negeriku ini, negeriku sayang, tanah air tempatku dilahirkan, dibesarkan, tumbuh dan berkembang.

Posted in Hanya Sebatas Coretan, Sebuah Perjalanan | Tagged: , | 3 Comments »

Daftar Juara Piala Dunia

Posted by freddysetiawan on July 12, 2010

Inilah daftar juara Piala Dunia:

Tahun Penyelenggaraan (Tuan Rumah) – Juara
PD 1930 Uruguay – Uruguay
PD 1934 Italia – Italia
PD 1938 Prancis – Italia
PD 1950 Brasil – Uruguay
PD 1954 Swiss – Jerman Barat
PD 1958 Swedia – Brasil
PD 1962 Cili – Brasil
PD 1966 Inggris – Inggris
PD 1970 Meksiko – Brasil
PD 1974 Jerman Barat – Jerman Barat
PD 1978 Argentina – Argentina
PD 1982 Spanyol – Italia
PD 1986 Meksiko – Argentina
PD 1990 Italia – Jerman Barat
PD 1994 Amerika Serikat – Brasil
PD 1998 Prancis – Prancis
PD 2002 Korea Selatan & Jepang – Brasil
PD 2006 Jerman – Italia
PD 2010 Afrika Selatan – Spanyol

Posted in Sekilas Info | Tagged: , | 4 Comments »

Aku dan Hari Itu

Posted by freddysetiawan on July 3, 2010

Kemarin, Jumat 2 Juli 2010.

Read the rest of this entry »

Posted in Sebuah Perjalanan | Tagged: , | 2 Comments »

Deg-degan

Posted by freddysetiawan on July 2, 2010

Lebih mudah menyerah dan melupakan

—————————————————————-

Hari ini jadwal sidang skripsiku. Tepat pada hari Jumat, tanggal 2 Juli 2010, pukul 16.30 WIB, di ruangan 3111.

Posted in Sebuah Perjalanan | Tagged: , | 5 Comments »